Kamis, 17 November 2016

Kepemimpinan Sulthanah Shafiyyatuddīn Shāh (Tesis)



Tesis ini merupakan kajian terhadap kasus kepemimpinan Sulthanah Shafiyyatuddīn Shāh  Di Kesultanan Aceh Darusssalam  Tahun 1641-1675 M. Kepemimpinan perempuan yang menjadi masalah kontroversial pada waktu itu, karena Perempuan sering ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki, dianggap tidak mampu memikul amanah dan tanggung jawab, dianggap manusia yang lemah dan lainnya yang sangat menyudutkan kaum perempuan. Sehingga perempuan tidak pantas untuk menjadi pemimpin, padahal sejarah membuktikan terutama di Nusantara ini, telah ada dari sejak abad 13, pemimpin-pemimpin perempuan.
Kontroversi ulama, baik klasik maupun kontemporer, mengenai kepemimpinan seorang perempuan berdasarkan kepada proses awal penciptaannya dalam sûrah al-Nisâ’/4:1 dan Sûrah al-Nisâ/ 4 : 58 yang sebagian mufassir mengatakan bahwa khithab dari pada ayat ini adalah umum, ditunjukan kepada setiap individu, bukan kaum laki-laki, dalam setiap amanat dan di dalam setiap menegakkan keadilan.
Hasil dari penelitian ini, kepemimpinan Sulthanah Shafiyatuddin merupakan kontroversi yang bukan hanya isu politik semata, akan tetapi ia merupakan persoalan yang menyentuh wilayah agama. Hanya dengan dukungan agama, terutama dari ar-Raniri, perempuan pertama naik takhta, dan juga hanya dengan kekuatan agama, yaitu fatwa, kekuasaan perempuan berakhir di kerajaan Aceh ini. Persetujuan dan dukungan agama juga berperan sangat vital di balik sejarah pemerintahan sulthanah yang panjang dan tokoh yang utama dalam hal ini adalah as-Singkili, sebagai pemegang otoritas agama yang tertinggi di kerajaan sangat dihormati, sehingga pandangannya yang moderat dan dukungannya terhadap pemerintahan perempuan tidak mendapat tantangan yang serius. Hanya setelah tokoh agama yang disegani wafat, fatwa yang tidak menyetujui pemerintahan ratu muncul dan memperlihatkan kekuatannya.